• Wednesday 17 June 2015

    BERMAKMUM PADA IMAM YANG TIDAK FASIH BACAANNYA

    BERMAKMUM KEPADA IMAM YANG TIDAK FASIH BACAANNYA


    Ada sebuah aturan di sebagian daerah-daerah di Indonesia, khususnya di daerah pedalaman yang menurut hemat penulis berbeda dan telah menyalahi aturan dalam Fiqih Sholat, khususnya syarat/ aturan untuk menjadi imam dalam sholat. Salah satunya adalah mengangkat Imam berdasarkan usia dan Ketokohan di Masyarakat, sehingga imam yang diangkat adalah orang yang usianya sudah tua dan memiliki pengaruh di Masyarakat walaupun bacaan Al-Qur'annya diketahui kurang baik.
    Penulis tertarik untuk mengangkat topik ini, karena boleh jadi hal ini juga terjadi di daerah-daerah lain di sekitar kita, sehingga dengan artikel singkat ini dapat memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi, karena Sholat adalah suatu ibadah yang sudah memiliki aturan, yang jika tidak memenuhi aturan tersebut, maka akan berdampak pada sah atau tidaknya sholat tersebut

    Syarat-Syarat Imam Sholat

    Adapun syarat untuk menjadi imam sholat antara lain :
    • Beragama Islam
    • Akil (Berakal). Orang gila dan tidak waras tidak syah bila menjadi imam.
    • Baligh. Jumhur ulama termasuk di antaranya Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al-Hambali sepakat bahwa anak kecil yang belum baligh tidak sah bila menjadi imam shalat fardhu di depan jamaah yang sudah baligh. Hal itu berdasarkan hadits Nabi SAW. "Janganlah kalian jadikan anak kecil sebagai imam shalat." Namun bila shalat itu hanyalah shalat sunnah seperti tarawih, bolehlah anak kecil yang baru mumayyiz tapi belum baligh untuk menjadi imam shalat tersebut. Kecuali pendapat terpilih dari kalangan Al-Hanafiyah yang bersikeras tentang tidak syahnya anak kecil yang belum baligh untuk menjadi imam dalam shalat apapun.
    • Laki-laki. Seorang wanita tidak sah bila menjadi imam shalat buat laki-laki menurut jumhurul ulama. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Dan tempatkan mereka di belakang sebagaimana Allah SWT menempatkan mereka." Dan juga berdasarkan hadits dari Jabir yang hukumnya marfu', "Janganlah seorang wanita menjadi imam buat laki-laki."
    • Mampu membaca Al-Quran dengan fasih. Syarat ini berlaku manakala ada di antara makmum yang fasih membaca Al-Quran. Maka seharusnya yang menjadi imam adalah orang yang paling baik bacaannya. Sebab imam itu harus menanggung bacaan dari para makmum, sehingga bila bacaan imam rusak atau cacat, maka cacatlah seluruhnya
    • Selamat dari Uzur. Seperti luka yang darahnya masih mengalir, atau penyakit mudah keluar kencing (salasil baul), mudah buang angin (kentut). Sebab orang yang menderita hal-hal seperti di atas pada hakikatnya tidak memenuhi syarat suci dari hadats kecuali karena ada sifat kedaruratan saja. Ini adalah pendapat dari kalangan Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah serta sebagian dari riwayat As-syafi'iyah. Adapun mazhab Al-Malikiyah dan sebagian riwayat dari As-syafi'iyah tidak menjadikan masalah ini sebagai syarat bagi seorang imam shalat.
    • Mampu melaksanakan rukun-rukun shalat dengan sempurna. Seseorang yang tidak mampu shalat dengan berdiri, dia boleh shalat sambil duduk, namun tidak syah bila menjadi imam untuk makmum yang shalat sambil berdiri karena mampu. Ini adalah pendapat jumhur ulama kecuali As-syafi'iyah.
    • Selamat dari kehilangan satu syarat dari syarat-syarat shalat. Misalnya kesucian dari hadats dan khabats. Maka tidak syah shalat seorang makmum yang melihat bahwa imamnya batal atau terkena najis saat menjadi imam.
    Apa yang kami sebutkan di atas adalah syarat minimal yang harus ada untuk seorang imam shalat jamaah. Namun masih ada kajian tentang siapa saja yang paling berhak untuk menjadi imam. Insya Allah SWT pada kesempatan mendatang akan kami bahas juga. (sumber: Lihat Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah)

    Orang-orang Yang Paling berhak Menjadi Imam dalam Sholat

    Secara umum, orang yang harus dipilih jadi imam shalat adalah orang yang paling faqih dalam urusan agama terutama dalam masalah shalat. Jika ada dua orang atau lebih yang telah memenuhi syarat untuk menjadi Imam, maka yang lebih berhak untuk didahulukan menjadi Imam adalah :

    1. Orang Yang Paling Baik Bacaannya

    Di antara syarat yang paling utama untuk menjadi imam dalam shalat berjama’ah adalah orang yang paling baik bacaannya atau disebut dengan aqra’uhum. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits beliau:
    Dari Abi Mas’ud Al-Anshari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    “Yang menjadi imam shalat bagi manusia adalah yang paling baik bacaan kitabullahnya (Al-Quran Al-Karim). Bila mereka semua sama kemampuannya dalam membaca Al-Quran, maka yang paling banyak pengetahuannya terhadap sunnah” (HR. Jama’ah kecuali Bukhari)

    Dari Abu Masna Al-Badri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    “Jama’ah di imami oleh yang lebih pandai membaca Kitab Allah. Jika sama-sama pandai dalam membaca Kitab Allah, maka oleh yang lebih alim tentang sunnah. Jika sama-sama pula, maka oleh yang lebih tua.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
    Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan aqra’uhum adalah yang paling paham, yakni yang paling paham dalam masalah agama, terutama dalam masalah shalat.

    2. Orang Yang Paling Wara’

    Lalu peringkat berikutnya adalah orang yang paling wara’, yaitu orang yang paling menjaga dirinya agar tidak jatuh dalam masalah syubhat
    Dari Abi Martsad Al-ghanawi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    “Rahasia diterimanya shalat kamu adalah yang jadi imam (seharusnya) ulama di antara kalian. Karena para ulama itu merupakan wakil kalian kepada Tuhan kalian.” (HR. At-Thabrani dan Al-Hakim).
    Dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    “Jadikanlah orang-orang yang terpilih di antara kamu sebagai imam; karena mereka adalah orang-orang perantaraan kamu dengan Tuhanmu.” (HR. Ad-Daruqutni).
    “Apabila seseorang menjadi imam …, padahal di belakangnya ada orang-orang yang lebih utama daripadanya, maka semua mereka dalam kerendahan terus menerus.” (HR. Ahmad)

    3. Orang Yang Lebih Tua Usianya

    Peringkat berikutnya adalah yang lebih tua usianya. Dengan pertimbangan bahwa orang yang lebih tua umumnya lebih khusyu` dalam shalatnya. Selain itu memang ada dasar hadits berikut:
    Hendaklah yang lebih tua diantara kalian berdua yang menjadi imam (HR. Imam yang enam).
    Apabila derajat mereka semua sama, maka boleh dilakukan undian.
    Intinya kita dapat ambil bahwa syarat yang paling utama dari imam itu adalah yang paling baik bacaannya dan paling paham dalam hukum-hukum shalat.

    4. Hal-Hal Lain Yang Perlu Diperhatikan

    a) Pembesar Negara & Tuan Rumah
    Imam bagi pembesar-pembesar negara (apabila shalat bersama-sama mereka) & tuan rumah (kecuali jika ia idzinkan yang lain sebagai imam).
    Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    “Janganlah seseorang mengimami seseorang di dalam rumah tangga orang yang di imami itu dan di dalam pemerintahannya.” (HR. Muslim, hadits shahih)
    b) Kaum Yang Tidak Menyukai Kita
    Janganlah mengimami suatu kaum yang tidak menyukai kita.
    Dari Abu Amir Ibnu Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    “Janganlah engkau mengimami suatu kaum, sedangkan mereka membencimu.” (HR. Abu Dawud).

    Bagaimana hukumnya Bermakmum Pada Imam Yang tidak Fasih Bacaannya

    Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, bahwa Diantara persyaratan bagi seorang untuk menjadi imam dalam shalat adalah memiliki kemampuan untuk membaca Al Qur’an dengan benar dan memiliki sejumlah hafalan tertentu menjadi sebab sahnya shalat.
    adapun hukum Bermakmum Pada Imam Yang Tidak Fasih Bacaannya :
    • Tidaklah sah imamnya seorang yang ummi (tidak bisa baca Al Qur’an) terhadap orang yang bisa membacanya, tidaklah sah imamnya seorang yang bisu terhadap orang yang bisa membaca Al Qur’an atau terhadap orang yang ummi karena membaca adalah salah satu rukun didalam shalat. Tidaklah sah makmumnya seorang yang pandai membaca Al Qur’an dibelakang orang yang tidak pandai membacanya karena imam adalah penjamin dan yang bertanggungjawab terhadap bacaan makmumnya dan ini tidaklah mungkin terdapat didalam diri orang yang ummi.
    • Adapun imamnya seorang yang ummi untuk orang yang ummi juga atau bisu maka diperbolehkan, ini merupakan kesepakatan para fuqaha. Kemudian imamnya seorang yang selalu mengulang huruf fa’ atau ta’ atau yang melantunkan dengan suatu lantunan yang tidak merubah arti maka ia makruh menurut para ulama madzhab Syafi’i dan Hambali. Sedangkan menurut para ulama Hanafi bahwa seorang yang selalu mengulang huruf fa’ atau ta’ atau yang mengucapkan huruf siin menjadi tsa atau ro’ menjadi ghoin atau sejenisnya maka ia dilarang untuk menjadi imam. Menurut para ulama Maliki keimaman mereka dibolehkan. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 2149)
    • Jumhur ulama (para ulama Hanafi, Maliki dan Hambali) mengatakan bahwa janganlah seorang makmum lebih kuat (mampu) keadaannya dalam membaca Al Qur’an daripada imamnya. Tidak diperbolehkan seorang pandai membaca Al Qur’an bermakmum dengan seorang yang ummi tidak dalam shalat wajib maupun sunnah. Tidak diperbolehkan seorang yang sudah baligh bermakmum dengan anak kecil, tidak diperbolehkan seorang yang mampu melakukan ruku’ dan sujud bermakmum dengan orang yang tidak mampu melakukan keduanya.
    • ”Pada dasarnya keadaan imam walaupun seperti keadaan makmumnya atau lebih diatasnya maka shalat mereka semua dibolehkan. Akan tetapi jika imamnya dibawah kualitas makmum maka shalatnya imam sah dan shalat makmumnya tidaklah sah. Dan jika imamnya ummi sementara makmumnya seorang yang pandai membaca Al Qur’an atau imamnya bisu maka shalat imamnya juga tidak sah.
    • Ibnu Qudamah mengatakan bahwa barangsiapa yang meninggalkan satu huruf dari huruf-huruf dalam surat al Fathihah dikarenakan kelemahan membacanya atau merubahnya dengan huruf yang lain, seperti orang yang al altsagh (merubah huruf ro’ menjadi ghoin), al arotti (orang yang mengidghomkan satu huruf ke huruf lainnya) atau melagukan dengan dengan lagu yang merubah makna seperti orang yang mengkasrohkan huruf kaf pada iyyaka atau orang yang mendhommahkan huruf ta’ pada an’amta dan tidak mampu memperbaikinya maka orang itu adalah seperti seorang yang ummi dan tidak diperbolehkan bagi seorang yang pandai membaca al Qur’an bermakmum kepadanya.
    • Dan diperbolehkan bagi setiap mereka menjadi imam bagi orang yang memiliki bacaan seperti dirinya karena keduanya adalah orang yang ummi, diperbolehkan bagi salah seorang dari mereka berdua menjadi imam bagi seorang lainnya seperti dua orang yang tidak bisa memperbaiki bacaannya sedikit pun. Sedangkan apabila seorang yang mampu memperbaiki bacaannya namun ia tidak melakukannya maka shalatnya tidak sah begitu juga dengan shalat orang yang bermakmum dengannya. (al Mughni juz II hal 411)
    Dengan demikian tidak seharusnya seorang imam memiliki kualitas bacaan yang buruk atau tidak benar didalam pengucapan huruf-huruf al Qur’an baik ketika membaca Al Fatihah yang merupakan salah satu rukun shalat atau surat-surat lainnya sementara dibelakangnya terdapat orang yang pandai membaca Al Qur’an.Hal itu dikarenakan akan mempengaruhi kesahan shalat dirinya atau shalat makmum yang lebih pandai darinya sebagaimana penjelasan diatas.

    Mufaraqah Dari Imam Sholat Yang Buruk Bacaannya

    • Tentang niat mufaroqoh (memisahkan diri) seorang makmum dari imam lalu dia menyelesaikan shalatnya sendirian baik karena adanya uzur atau tidak maka ini boleh meskipun makruh menurut para ulama Syafi’i karena ia memisahkan diri dari berjama’ah yang merupakan kewajiban atau sunnah yang muakkad.
    • Sedangkan menurut para ulama Hambali bahwa mufaroqoh dibolehkan jika terdapat uzur. Sedangkan jika tidak terdapat uzur didalamnya maka dalam hal ini terdapat dua riwayat, pertama : shalat orang yang mufaraqoh itu tidak sah, pendapat inilah yang benar. Kedua : shalatnya sah.
    • Diantara perkara-perkara yang dikatakan uzur seperti : panjanganya bacaan imam, meninggalkan salah satu sunnah shalat seperti tasyahhud awal, qunut—maka dirinya boleh mufaroqoh dengan mengerjakan sunnah itu—atau sakit, khawatir dirinya diserang rasa ngantuk, terdapat sesuatu yang merusak shalatnya, takut hartanya hilang atau rusak, ketinggalan rombongan, atau terdapat orang yang meninggalkan shaff lalu tidak ada orang menggantikannya untuk berdiri disampingnya.
    • Dalil mereka adalah apa yang disebutkan didalam ash shahihain,”Bahwa Muadz melaksanakan shalat isya bersama para sahabatnya dan ia memanjangkan (bacaannya) lalu terdapat seorang laki-laki yang keluar (dari shaff) dan mengerjakan shalat. Kemudian Muadz mendatangi Nabi saw dan menceritakannya dan Rasulullah saw pun marah dan mengingkari apa yang dilakukan Muadz dan beliau saw tidak mengingkari apa yang dilakukan lelaki itu serta beliau saw tidak memerintahkannya untuk mengulang shalatnya.”
    • Para ulama Hanafi mengatakan bahwa boleh seorang makmum melakukan salam sebelum imam meski hal itu makruh, akan tetapi mereka tidak mempebolehkan melakukan mufaroqoh. Sedang para ulama Maliki mengatakan barangsiapa yang bermakmum dengan seorang imam maka tidak boleh baginya melakukan mufaroqoh. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz II 1227)
    Jadi mufaroqoh yang dilakukan ketika terdapat uzur termasuk bacaan imam yang tidak baik dalam al Fatihah diperbolehkan menurut madzhab Syafi’i dan Hambali.

    Meskipun hal itu diperbolehkan akan tetapi apabila dilakukan terus menerus tentunya akan menjadi perhatian para makmum lain yang ada di sekitar anda bisa jadi diantara mereka terdapat orang-orang awam yang tidak memahami hukum-hukum yang berkaitan dengan shalat secara baik sehingga dikhawatirkan memunculkan fitnah karena ketidaktahuan mereka.
    Untuk itu ada baiknya kita mengingatkan permasalahan ini kepada imam tersebut dengan cara yang penuh hikmah dan bijaksana serta sebisa mungkin dilakukan secara sembunyi dan meminta agar yang bersangkutan memperbaiki bacaannya atau jika tidak bisa agar menyerahkan keimamannya kepada orang yang lebih baik bacaannya.
    Jika nasehat atau peringatan yang anda sampaikan kepadanya tidaklah diterima atau dijalaninya sehingga orang itu tetap saja bersikukuh untuk menjadi imam shalat-shalat fardhu di masjid anda sementara kualitas bacaannya masih tidak baik (buruk) maka hendaklah anda mencari masjid lain sekitar rumah anda yang bacaan imamnya baik meski hal itu menjadikan berkurangnya jumlah makmum di masjid tempat anda. Dikarenakan sahnya shalat seseorang didalam shalat berjama’ah dipengaruhi juga oleh kualitas bacaan imam. Oleh karena itu setiap orang bertanggung jawab untuk menentukan siapa imam shalatnya sehingga shalatnya menjadi sah.
    Akan tetapi apabila di sekitar rumah anda tidak ada masjid selainnya atau ada namun jaraknya cukup jauh untuk ditempuh maka diperbolehkan bagi anda untuk tetap bermakmum kepada imam di masjid anda yang buruk bacaannya itu dikarenakan keterpaksaan.
    Wallahu A’lam

    Sumber :
    •  Sulaiman Rasyid : Fiqih Islam
    • Sigit Pranowo : Imam sholat kurang Fasih (www.eramuslim.com)
    • Abi Hamid : Kriteria Imam dalam Sholat Berjamaah  (mustofaabihamid.blogspot.com)

    Type Your Comment Here

    FACEBOOK: Comments
    BLOGGER: 4 Comments

    4 comments:

    1. Alhamdulillah
      Dapat tambahan ilmu lagi..semoga bermanfaat

      ReplyDelete
    2. Syukron, alhamdulillah pengetahuan ane tentang shalat bertambah..

      ReplyDelete
    3. Assalamualaikum.. Ustadz, mohon maaf ada pertanyaan yg sedikit mngganjal... Ketika seorang wanita merasa kurang afdol ketika mnjadi makmum suaminya saat sholat dikarenakan suami nya tsb kurang fasih dalam bacaan al-Quran nya terlebih hafalan surah yg tidak begitu baik, terkadang lupa d tengah ayat selain itu juga kurang tumaninah dalam grakan sholatnya.. Bagaimana sebaiknya sikap istri nya? Apakah sholat munfaridj lebih utama baginya?? *terimakasih, mohon pencerahannya.. 😇😇😇

      ReplyDelete
    4. Assalamu'alaikum... Bolehkah mufaraqah tanpa keluar dari barisan shaff makmum?

      ReplyDelete

    Copyright © Al-Hakim Entrepreneurship

    Promoted Link: MP3 Nasyid Sponsored By: MP3 Melayu Template By: Habib